DNN, SIDOARJO – Aktivis sekaligus pengamat lingkungan Hidup asal Sidoarjo, Ali Subhan menyesalkan penetapan lahan sawah existing di wilayah kota delta seluas 11 ribu hektar dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disahkan DPRD bersama Pemkab Sidoarjo kemarin.
Apalagi dari jumlah itu, hanya 6.750 hektar lahan sawah yang dijadikan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). “Jelas ini tidak mencukupi untuk menghasilkan produk pangan untuk memenuhi kebutuhan warga Sidoarjo,” sergahnya saat dihubungi melalui telepon selulernya, Kamis (07/03/2024) pagi tadi.
Menurutnya, munculnya angka tersebut dalam Perda RTRW 2024-2044 tersebut menunjukkan Pemkab Sidoarjo tidak mampu memproteksi atau melindungi lahan pertanian produktifnya demi mewujudkan program swasembada pangan.
“Sekalipun berdalih apapun, saya menilai Pemkab terkesan kemaruk (rakus-red) pada angka-angka rupiah untuk mengisi pundi-pundinya. Ini sejalan dengan nafsu pemodal di sektor industri maupun property yang ingin menguasai Sidoarjo. Indikasinya jelas, yaitu dengan mempersempit lahan pertanian,” ujar Ali dengan nada tinggi.
Seharusnya Pemkab tetap mempertahankan angka 13.500 ha untuk luasan eksisting sawah produktif. “Saat inipun Sidoarjo sudah krisis bahan pangan. Pertahankan di angka itu tadi. Jangan dikurangi lagi karena ketersediaan pangan yang berkelanjutan sangatlah penting,” tandasnya.
Aktivis komunitas Gus Kampung itu menambahkan dengan luasan 13.500 ha itu saja, Pemkab Sidoarjo masih harus melakukan langkah-langkah terobosan untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan utama berupa padi bagi warganya.
Misalnya dengan melakukan investasi atau kerjasama dengan daerah lain yang surplus beras misalnya Kabupaten Sragen, Banyuwangi, Ngawi dan sebagainya. “Contohnya sewa lahan yang dikelola petani lokal tapi prosesnya diawasi oleh Pemkab. Dan hasilnya sepenuhnya digelontorkan ke Sidoarjo,” tutur Ali.
Selain itu diperlukan juga kebijakan khusus lainnya seperti diaktifkannya lagi sekolah pertanian di Sidoarjo. Juga penyempurnaan menejemen tata kelola air untuk pengairan sawah dan lahan produktif lainnya.
“Bukan hanya itu, Pemkab Sidoarjo juga harus menjamin ketersedian Saproktan (Sarana Produksi Pertanian-red) seperti benih, pupuk, pestisida dan zat pengatur tumbuh tanaman pangan yang dibutuhkan petani,” imbuh warga Desa Damarsih Kecamatan Buduran itu.
Ahli di bidang Perikanan berskala nasional itu menambahkan harusnya tidak ada masalah dengan pemenuhan saproktan tersebut mengingat kekuatan anggaran dalam APBD Sidoarjo. “Jika hari ini petani masih mengeluhkan hal itu, berarti ada masalah dengan kebijakan Pemkab,” katanya lagi.
Hal lainnya yang juga harus diperhatikan oleh Pemkab dan juga DPRD Sidoarjo adalah masalah permodalan bagi para petani. Ali melihat ada penerjemahan yang salah dari unsur-unsur yang masuk dalam kategori Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
“Yang dimaksud UMKM itu bukan hanya produsen makanan, bakul jajan dan semacamnya. Petani harusnya masuk dalam kategori itu sehingga mereka juga punya peluang untuk mengakses KUR (Kredit Usaha Rakyat-red),” pungkas Ali.(sein/pram)
