DNN, SIDOARJO - Jika Pilkada di kota Delta diselenggarakan hari ini, maka yang jadi bupatinya adalah Ahmad Muhdor Ali. Sedangkan wakilnya adalah Zainal Abidin yang saat ini menjabat sebagai Ketua PCNU Sidoarjo.
Ini bukan hasil penerawangan supranatural, namun berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Media survei Indonesia (MSI) Sidoarjo.
"Respondennya sebanyak 800 orang yang mewakili karakteristik dan geografis Sidoarjo," papar Direktur MSI Sidoarjo, Nanang Haromain dalam acara launching lembaganya di salah satu cafe Sidoarjo, Senin (01/04/2024) malam tadi.
Namun buru-buru ia mengatakan bahwa apa yang diungkap saat ini tidak bisa dijadikan patokan hasil akhir Pilkada Sidoarjo yang akan digelar 27 November 2024 nanti. Pasalnya para tokoh-tokoh yang dikenal, disukai dan kemungkinan dipilih oleh masyarakat itu sesuai hasil surveinya tersebut bahkan belum mendeklarasikan dirinya sebagai kontestan dalam pesta demokrasi tersebut.
Sampai saat ini, baru ada dua tokoh politik lokal yang mengibarkan namanya sebagai calon bupati, yakni Wakil Bupati Petahana, Subandi dan Ketua DPRD Sidoarjo, Usman. Dan sama sekali belum ada satu orang pun yang telah menyatakan diri sebagai calon wakil bupati.
"Metode survei kami memang terbuka, yakni masyarakat kami beri kebebasan untuk menyebut nama tokoh yang dikenalnya," tambah Nanang. Karena itu sangat memungkinkan nama-nama yang muncul adalah mereka yang figurnya sudah dikenal publik. Baik yang berkecimpung di dunia politik maupun tokoh agama, pejabat daerah dan sebagainya.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan selama medio Maret lalu, ada empat nama yang memiliki tingkat popularitas, acceptibilitas dan elektabilitas sebagai calon bupati. Yakni Gus Muhdlor, Subandi, Rahmat Muhajirin serta M. Amir Aslichin.
Sedangkan untuk posisi Wakil Bupati, empat besarnya adalah Zaenal Abidin, lalu Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sidoarjo - Bahrul Amig, Ketua DPD Golkar Sidoarjo, Adam Rusydi dan Usman.
"Kunci utama kontestasi Pilkada ini adalah parpol karena merekalah yang bisa mengajukan calon, walaupun konstitusi tetap membuka peluang dari jalur independen. Tapi dari hasil survei ini parpol bisa mengarahkan radarnya pada person-person non partisan," imbuh mantan komisioner KPU Tahun 2014-2019 itu.
Namun lagi-lagi ia menekankan bahwa survei merupakan media pendeteksi atau pemetaan yang empiris dengan menggunakan metode ilmiah. Jadi bukan perkiraan semata karena berbasis data. Selain terkait dengan kontestasi politik, Nang menyebut metode survei ini juga bisa dipakai untuk mengukur efektifitas program pemerintah. (sein/pram)
