Iklan

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhrD7yx-DdJE6SBDqIT7yYDbFn8AyQ1qCVF6DMmDJMwOGKECtRYGVfcKtttbMd0Ot8qhWSfdv-UHaStsH7PUTdAba0tAq0_Y1z3B7Su3LM7_IUY9t2IvXt5Jn4w6_VGCJTb3iW3KBzB6745tc_-1sTHRX9mW1mAUjYRkq4u8z9OIwDjeJDLBY-MoRRZ=s1600

Iklan

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhrD7yx-DdJE6SBDqIT7yYDbFn8AyQ1qCVF6DMmDJMwOGKECtRYGVfcKtttbMd0Ot8qhWSfdv-UHaStsH7PUTdAba0tAq0_Y1z3B7Su3LM7_IUY9t2IvXt5Jn4w6_VGCJTb3iW3KBzB6745tc_-1sTHRX9mW1mAUjYRkq4u8z9OIwDjeJDLBY-MoRRZ=s1600
,

Iklan

Soal Tugu Babarlayar, Ketua Hanura Sidoarjo Persoalkan Anggarannya, Perupa Soroti Ukurannya

Wednesday, January 18, 2023, January 18, 2023 WIB Last Updated 2023-01-18T15:48:44Z
THSD yang masih dalam proses penyelesaian pembangunan sampai saat ini.




DNN, SIDOARJO – Pembangunan Tugu Hikayat Sang Delta (THSD) di perempatan Babarlayar terus mendapatkan sorotan dari masyarakat Sidoarjo, baik terkait dengan anggarannya yang mencapai Rp 667 maupun dari unsur seninya.


Ketua DPC Partai Hanura Sidoarjo, Abdullah menyoroti beberapa hal terkait biaya pembangunan monumen tersebut yang menurutnya terbilang sangat fantastis. “Kalau saya cermati dari RAB (Rekapitulasi Anggaran Biaya-red) nya, memang cenderung terlalu mahal,” katanya.


Beberapa item pekerjaan yang menurutnya terasa janggal itu diantaranya pembuatan pagar sementara setinggi dua meter yang dianggarkan sebesar Rp 14 juta lebih. “Berapa sih biaya untuk beli seng dan kayu untuk areal seluas 27,17 meter persegi. Sekalipun ditambah biaya tukang, pasti nggak sampai segitu,” ujarnya.


Abdullah (kiri) dan Sentot Usdek.


Abdullah yang ditemui di kantor Sekretariat DPC Hanura, Rabu (18/01/2023) siang tadi juga memberi garis merah untuk pengadaan LED sky light AC 1000 watt yang dipasang di tengah-tengah tugu. Dalam RAB tersebut piranti elektronik itu dihargai Rp 21 juta. 


Politisi senior di kota delta itu juga mempertanyakan pembelian pompa air submersible dengan total head 200 meter sebagai bagian dari tugu yang proses pembangunannya belum selesai hingga saat ini tersebut. 


Dua unit perangkat yang disiapkan untuk menyedot air bawah tanah dan menyemburkannya guna menampilkan air mancur di THSD tersebut dialokasikan sebesar hampir Rp  11 juta. “Saya kira semua orang bisa mengecek langsung soal harga itu karena spesifikasinya juga sudah jelas. Apa benar semahal itu harganya,” imbuhnya.


Dan yang terakhir, ia mempertanyakan tentang dana yang disiapkan untuk membayar jasa programing dan commisioning pencahayaan yang dianggarkan sebesar Rp 73,5 juta untuk bekerja selama 3 hari.


“Semua ini bisa menjadi catatan bagi institusi pemeriksa keuangan negara untuk mencermati dana pembangunan tugu itu. Menurut saja, dari tampilannya saat ini saja sudah bisa dilihat, apakah tugu semacam itu layak dibangun dengan dana Rp 667 juta,” pungkasnya.


Sedangkan dari sisi penampakannya, ada masukan yang disampaikan salah seorang perupa Sidoarjo, Sentot Usdek. Menurutnya sebagai kota metropolis yang berdampingan dengan Surabaya, sudah selayaknya Kabupaten Sidoarjo mempercantik diri. 


Misalnya dengan memberikan sentuhan-sentuhan artistik untuk taman-taman kota, area publik dan juga pembangunan monumen-monumen. “Kesannya biar tidak terlalu jomplang jika dibandingkan dengan Surabaya.

 

Karena itu ia mengapresiasi langkah yang diambil Pemkab Sidoarjo dengan membangun THSD di perempatan Babarlayar. “Ini merupakan upaya Pemkab untuk menggali sejarah Sidoarjo masa lalu dalam wujud monumen yang didesain secara artistik. Bahkan sampai mengadakan lomba desain tugu tersebut tahun lalu,” katanya. 


Namun yang disayangkannya, dimensi monumen tersebut dianggap terlalu kecil. “Sehingga terkesan masih kurang proporsional jika dibandingkan dengan area yang ada di perempatan tersebut,” ujar perupa yang sudah menggelar pameran di berbagai kota di dalam dan luar negeri itu.


Sentot juga menyoroti tentang pintu-pintu gerbang masuk ke wilayah Kabupaten Sidoarjo yang menurutnya masih dibuat ala kadarnya. “Beda jauh dengan Gresik dan Lamongan. Gapura masuk kota dibuat megah, sehingga menjadi kebanggaan tersendiri bagi warganya,” tambahnya.


Sebenarnya di awal tahun 2000an lalu ada sebuah monumen udang bandeng  yang menurutnya cukup megah di wilayah Kecamatan Balongbendo sebagai gerbang masuk wilayah Sidoarjo, namun saat ini kondisinya tidak terawat.


“Sedih juga. Kalau melihat gapura-gapura masuk di daerah perbatasan, Sidoarjo mengesankan kabupaten yang miskin dan sama sekali tidak membanggakan,” pungkas Sentor.(pram/hans)

Iklan

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhNj5-ZAvcT-9iIFlu_km3yh0_IaIxL-uRp7XywnOxuvvkr12MBmNDLDoYO1-MyFPIHdipkG_g20QK1i4rLINfeoyIAmPow8QCRl2MdOSHBLINCxC0WutJLAlmN5cjigUHfuSiVQuDMfLIWwCvHzNWfup4l5TaECdpXhQwuwuLsC_kmxBsjUTDElycYrco=s1431

CV DELTA TOUR

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEh5qCd9AeFn-lyqVbBcH8rTim07Ay_xbYd6AiaVSQnXSY57S_XnKzbeyqlcuFXemvK5Q0yU-umA4FaH8ThX1Gut8vyjVviRQMZvT9HCrdv9nnzHn8MimtwNQpLxE4onUfobXs_xamjsooT5dxxba72AfCEFlBwXUigoIlRAEIT4stnjHsqKI4Gsl0sa=s1280