DNN, SIDOARJO – Para tokoh masyarakat dan Pemerintah Desa (Pemdes) tak perlu khawatir kehilangan aset desanya ketika Pemkab Sidoarjo mensertifikatkan lahan yang dipakai untuk gedung-gedung sekolah negeri.
“Bunyi dalam sertifikat atas tanah SD atau SMP itu adalah hak guna pakai dan bukan hak milik Pemkab Sidoarjo,” sebut Wakil Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo, Abdul Haris yang ditemui di ruang kerjanya, Senin (12/12/2022) siang tadi.
Jika nantinya lahan tersebut sudah tidak lagi digunakan untuk gedung sekolah maupun fasilitas umum lainnya, ataupun dialihfungsikan, lahan tersebut tetap akan kembali ke desa. Dan setelah sertifikat hak guna bangunan itu jadi, berkasnya disimpan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD).
“Ini buktinya. Kalau lahan itu jadi aset Pemkab, maka suratnya akan disimpan oleh BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah-red),” imbuhnya.
Pernyataan ini disampaikannya karena legislator PAN tersebut masih mendengar adanya penolakan yang dilakukan Pemdes atau tokoh-tokoh masyarakat saat tanah-tanah aset desa yang dimanfaatkan untuk SD maupun SMP Negeri serta fasilitas umum lainnya akan disertifikatkan oleh Pemkab Sidoarjo.
Menurutnya upaya legalisasi hak atas lahan tersebut penting agar DPRD Sidoarjo bisa mengalokasikan anggaran guna merawat bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Tanpa adanya sertifikat tersebut pengucuran dana yang dilakukan bakal dianggap ilegal.
“Jadi harus ada kesamaan pemahaman terkait hal itu antara pihak Pemkab Sidoarjo dengan pemdes maupun tokoh masyarakat. Kalau sudah disertifikatkan, kita bisa lebih enak untuk mengganggarkan dana renovasi dan lain sebagainya,” jelas Haris lagi.
Menurutnya, saat ini pihaknya tak lelah mendorong Pemkab melalui BPKAD untuk melakukan sertifikasi lahan dan bangunan fasilitas publik tersebut. Berdasarkan laporan yang diterimanya, prosesnya masih terus berjalan sampai saat ini.
“On proses koq. Tapi sejauh apa progresnya, kami masih menerima informasi dari BPKAD. Sudah kami koordinasikan. Mungkin dalam satu atau dua hari ini akan saya sampaikan lagi hasilnya,” kata politisi asal Waru itu.
Ia menambahkan, untuk biaya sertifikasi itu juga terbilang kecil. Hanya Rp 300 ribu saja untuk setiap bidang. Itupun dibagi dua, Rp 150 ribu disetor ke BPN sedangkan sisanya untuk honor petugas dari instansi terkait.
Sementara itu, Ketua Komite SDN Balongtani 1 Kecamatan Jabon, Imam Syafi’i yang dihubungi terpisah mengaku sempat melakukan penolakan. “Tapi kalau lahan sekolah itu tetap menjadi aset desa, ya silahkan disertifikatkan,” ujarnya.
Dikatakannya, tarik-ulur proses sertifikasi lahan sekolah tersebut terjadi lantaran informasi yang diterima pihaknya tidak seperti itu. “Awalnya kami kira, begitu disertifikatkan, lahan SDN itu akan langsung menjadi aset Pemkab Sidoarjo,” kata Imam.
Anggapan itulah yang memicu penolakan lantaran dulunya lahan SDN Balongtani tersebut berasal dari tanah cuwilan dari para petani desa yang diminta begitu saja oleh pemerintah tanpa adanya proses jual beli.(pram/hans)
.jpeg)
