DNN, SIDOARJO - Kolaborasi dan sinergitas semua stakeholder menjadi kunci utama dalam upaya menuntaskan masalah stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, di Indonesia khususnya di Jawa Timur.
“Tanpa Sinergitas dan kolaborasi upaya kita untuk mencapai tujuan itu akan sulit direalisasikan,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Propinsi Jatim, Erwin Astha Triyono saat membuka acara Rakor Optimalisasi DAK Sub Bidang KB dalam Percepatan Penurunan Stunting, di Hotel Aston Sidoarjo Selasa (18/10/2022) sore tadi.
Apalagi, tambahnya, berdasarkan data yang disajikan BPS per akhir 2021 lalu, 23% anak, khususnya balita di Jatim mengidap Stunting. Sedang Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa mematok target, angka Stunting harus bisa ditekan hingga di level 14% pada akhir 2024 mendatang.
Langkah berikutnya yang bisa dilakukan adalah dengan mengubah pola pikir dan pola perilaku publik terhadap Posyandu. “Harus ditanamkan dalam benak masyarakat bahwa merekalah yang butuh Posyandu dan bukan sebaliknya,” tandas Erwin.
Dijelaskannya, peran Posyandu menjadi sangat penting karena disitulah tempat untuk melakukan deteksi dan intervensi paling dini terhadap munculnya stunting. “Karena itu peran Posyandu harus dimaksimalkan. Dan masyarakat juga harus disadarkan bahwa stunting ini adalah masalah bersama yang harus ditangani secara bersama-sama pula,” jelas dokter spesialis penyakit dalam itu.
Di Posyandu, tambah Erwin, akan terdeteksi sebuah kebutuhan balita mulai dari imunisasinya, kecukupan asupan gizi serta pendampingan terhadap orang tua dalam mengawasi proses tumbuh kembang anak-anak mereka.
Di sisi lain pemerintah, melalui Bappeda di masing-masing Kabupaten/Kota dan juga propinsi, juga harus mengintervensi dengan membuat program-program yang bisa mendorong terciptanya kesejahteraan hidup setiap keluarga sebagai bagian dari mencegah stunting.
“Program-program Bansos (bantuan sosial-red) harus dipastikan membawa manfaat bagi peningkatan pemenuhan nutrisi bagi balita dan bukannya dipakai untuk membeli rokok atau pulsa,” ucapnya tegas.
Dengan langkah-langkah itu diharapkan Indonesia akan mampu mengoptimalkan potensi bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada tahun 2030 mendatang. Sebaliknya, jika upaya ini gagal dilakukan, potensi itu akan berubah menjadi beban.
“Pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama dalam menciptakan sistem yang baik agar 20 tahun ke depan kita akan menghasilkan generasi-generasi yang berkualitas,” pungkas Erwin.
Ungkap senada juga disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Propinsi Jatim, Maria Ernawati. Ia berharap semua pihak bisa berperan serta untuk menangani masalah stunting. Mulai dari pemerintah serta pihak swasta, perguruan tinggi termasuk insan media.
Pasalnya banyak faktor yang menyebabkan timbulnya stunting. Tidak saja karena masalah kemiskinan, tetapi juga terkait pola asuh dan budaya masyarakat.(pram/hans)
