DNN, SIDOARJO – Untuk memperingati Bulan Bung Karno, dua pelukis senior, Desemba Sagita Titaheluw dan Sentot Usdek mempertontonkan konsep adi karya seninya dalam pameran bersama bertajuk ‘Dua Perspektif’ di Dekesda Art Center, Jl Erlangga 69 Sidoarjo.
Ketua Umum Dekesda, Ribut Wiyoto yang ditemui Sabtu (01/06/2024) siang tadi menjelaskan rencananya pameran itu akan dibuka anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, Soekarwo didampingi Plt Bupat Sidoarjo, H Subandi pada Minggu (02/06/2024) sekitar jam 3 sore besok.
“Kalau pamerannya sendiri akan berlangsung sampai tanggal 9 Juni,” sebutnya. Ditambahkannya pameran itu terselenggara secara elaborasi dengan Pengurus Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan DPC GMNI Sidoarjo.
Dikatakannya, momentum itu tak sekadar pameran seni rupa, namun juga diisi aneka pertunjukkan seni dan diskusi kebangsaan. “Dekesda berkeinginan merayakan Bulan Bung Karno dengan bobot materi kebangsaan dalam bentuk seni dan diskusi. Kami berterima kasih atas dukungan semua pihak atas terwujudnya agenda kegiatan ini,” kata Ribut Wiyoto bersemangat.
Menurutnya dua perupa yang memamerkan karyanya tersebut memiliki gaya dan latar belakang akademis yang berbeda sehingga melahirkan ruang tafsir sendiri bagi penikmat seni dalam memerkaya wawasannya. “Silakan menafsir secara bebas dualisme karya dua perupa itu,” lanjutnya.
Memahami karya lukis Desemba dan Sentot ini dibutuhkan konsep penyatuan dualisme, sebagaimana pendapat yang disampaikan kurator seni yang juga dosen di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya, Hari Prayitno.
“Dualitas di dalam seni bisa terlihat dalam karya yang menampilkan kontras, antara terang dan gelap, statis dan dinamis, atau harmoni dan konflik. Karena itu, pameran seni rupa Dua Perspektif ini adalah momen besar untuk menangkap dan menghayati Yin dan Yang sebagaimana ajaran Taoisme,” paparnya.
Hari Prayitno menjelaskan konsep karya Sentot dinilainya sebagai tanggung jawab kemanusiaan sang perupa melalui media seni yang mendalami bidang hukum dengan fokus pada analisis dan pemahaman hukum, serta penerapannya dalam kehidupan masyarakat.
“Kalau konsep lukisan Desemba menyodorkan nilai mutlak yang dalam teori ilmu matematika dilambangkan Phi yang selalu bernilai positif,” imbuh kurator yang mendalami Ilmu Filsafat Seni program magister seni Institut Seni Indonesia (ISI) Jogyakarta yang lulus 1994 lalu.
Salah seorang pecinta seni rupa, Anom Surahno mengatakan karya-karya Desemba Sagita Titaheluw bergaya kontemporer yang bermateri simbol-simbol bilangan matematika sesuai belakang pendidikan sang perupa sebagai alumnus Fakultas Matematika ITS 1981. “Ini membuka cakrawala baru dalam memperluas perspektif ruang publik seni,” nilainya.
Sedangkan tentang karya-karya Sentot Usdek, menurut Assessor SDM Aparatur Ahli Utama Pemprov Jatim itu menilai lebih menekankan pada aspek humanis sisi kehidupan manusia bermasyarakat.
“Sentot sarat dengan pemikirannya di bidang hukum yang diekspresikan secara menyentuh dalam goresan kuasnya di atas kanvas,” kata Anom yang berkarib dengan Sentot sejak 1982 saat menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Unair hingga lulus 1987.(pram)
