Iklan

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhrD7yx-DdJE6SBDqIT7yYDbFn8AyQ1qCVF6DMmDJMwOGKECtRYGVfcKtttbMd0Ot8qhWSfdv-UHaStsH7PUTdAba0tAq0_Y1z3B7Su3LM7_IUY9t2IvXt5Jn4w6_VGCJTb3iW3KBzB6745tc_-1sTHRX9mW1mAUjYRkq4u8z9OIwDjeJDLBY-MoRRZ=s1600

Iklan

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhrD7yx-DdJE6SBDqIT7yYDbFn8AyQ1qCVF6DMmDJMwOGKECtRYGVfcKtttbMd0Ot8qhWSfdv-UHaStsH7PUTdAba0tAq0_Y1z3B7Su3LM7_IUY9t2IvXt5Jn4w6_VGCJTb3iW3KBzB6745tc_-1sTHRX9mW1mAUjYRkq4u8z9OIwDjeJDLBY-MoRRZ=s1600
,

Iklan

Soal Pencairan Dana Banpol Sidoarjo 2022, Pakar Hukum Administrasi Negara: Salahi Aturan Tapi Belum Tentu Pelanggaran

Tuesday, August 8, 2023, August 08, 2023 WIB Last Updated 2023-08-08T21:14:38Z

 

DR. Waluyo SH, MSI., dosen hukum UNS Surakarta.



DNN, SIDOARJO – Meski dinilai menyalahi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), namun pencairan dana Bantuan Partai Politik (Banpol) pada tahun anggaran 2022 lalu yang dilakukan Pemkab Sidoarjo tanpa adanya persetujuan Gubernur Jatim belum bisa dianggap sebagai pelanggaran.


“Yang namanya pelanggaran harus dibuktikan dulu melalui proses pemeriksaan yang dilakukan BPK. Jika ternyata terindikasi ada kerugian Negara, maka kasus tersebut bisa dilimpahkan ke APH (Aparat Penegak Hukum-red),” jelas pakar hukum administrasi Negara dari Universitas 11 Maret (UNS) Surakarta, DR. Waluyo SH, MSI.


Namun sebaliknya, jika tim pemeriksa dari BPK menyatakan menerima laporan penggunaan anggaran tersebut yang dibuktikan dengan penerbitan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), maka dipastikan sudah tidak ada hal yang perlu dipersoalkan.


“Karena itu, parpol penerima dana bantuan tersebut juga tidak perlu mengembalikan dananya kecuali ada temuan dari BPK RI,” tandas Waluyo yang ditemui usai hadir sebagai saksi ahli dalam sidang kasus korupsi dana hibah DPRD Jatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (08/08/2023) pagi tadi.


Lebih lanjut ditambahkannya, seharusnya pencairan dana Banpol itu harus dilakukan setelah adanya ijin khusus yang dikeluarkan Gubernur Jatim sebagaimana yang telah diamanatkan dalam  Permendagri 36/2018 dan telah diubah dengan Permendagri No. 78/2020.


Menurutnya dokumen persetujuan Gubernur itu adalah syarat pencairan dana Banpol. “Itu sama dengan sebelum Sholat harus wudhlu dulu. La kalau kalau nggap pakai wudhlu langsung Sholat, kira-kira hukumnya bagaimana?," imbuh dosen Fakultas Hukum UNS itu.


Meski begitu dalam prakteknya proses permohonan penerbitan ijin tersebut justru baru dilakukan di tahun berjalan. “Sesuai aturan harus ada permit (baca: ijin) dari Gubernur. Tanpa ada itu tidak bisa dilaksanakan,” katanya lagi.


Abdul Basith, Direktur SAKA Sidoarjo.


Sementara itu Direktur Study Advokasi Kebijakan dan Anggaran (SAKA) Sidoarjo, Abdul Basith yang ditemui terpisah justru menuding Pemprop Jatim sebagai pihak yang salah dalam perkara ini. “Salah jika Gubernur tak keluarkan surat persetujuan itu sampai berakhirnya tahun anggaran karena kewajiban tersebut sudah diamanatkan dalam Permendagri,” katanya tegas.


Karena itu ia menilai keputusan Pemkab Sidoarjo untuk tetap mencairkan dana Banpol di tahun anggaran 2022 tersebut tanpa persetujuan Gubernur sudah benar. “Pemberian dana banpol tersebut merupakan kewajiban pemerintah daerah yang sudah diamanatkan oleh UU. Jadi tidak masalah selama nilainya tidak menyimpang dari APBD,” tukas Basith.


Pun demikian pula dengan kebijakan Bupati Sidoarjo yang menerbitkan SK untuk pencairan dana bantuan bagi 9 parpol peraih kursi DPRD di tahun anggaran 2023 ini sebelum terbitnya persetujuan Gubernur Jatim, juga dianggapnya sudah tepat. 


“Surat persetujuan itu ada masanya. Dalam Permendagri disebutkan, dana banpol tersebut seharusnya sudah didistribusikan mulai bulan Maret di tiap-tiap tahun anggaran. Sedangkan soal besarannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” tutur Basith.


Termasuk, keputusan untuk mencairkan 50% dari total nilai anggaran dulu sambil menunggu terbitnya ‘surat sakti’ dari propinsi Jatim itu. Karena regulasinya, penyaluran dana itu bisa dilakukan di sepanjang tahun anggaran. “Boleh dong. Sekarang cair separuh, lalu sisanya dibagikan sebelum akhir tahun,” pungkasnya.


Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus dana banpol tersebut sempat menjadi polemik lantaran Pemkab Sidoarjo melakukan pencairan tanpa adanya surat persetujuan Gubernur Jatim hingga akhir tahun 2022 lalu.


Sesuai APBD 2022, besaran dana Banpol yang diberikan mengalami kenaikan sebesar 100% dari alokasi anggaran di tahun anggaran sebelumnya yang dipatok Rp 5.000 untuk setiap suara yang dituai tiap-tiap parpol pada Pemilu 2019 lalu.


Dan di APBD 2023 ini, besaran dana Banpol itu kembali dipatok sebesar Rp 10 ribu/suara sehingga nilai rupiah yang digelontorkan kas daerah ke pundi-pundi parpol mencapai Rp 10,06 Miliar. Namun hingga hari ini, dana tersebut belum dicairkan.(hans/pram)

Iklan

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhNj5-ZAvcT-9iIFlu_km3yh0_IaIxL-uRp7XywnOxuvvkr12MBmNDLDoYO1-MyFPIHdipkG_g20QK1i4rLINfeoyIAmPow8QCRl2MdOSHBLINCxC0WutJLAlmN5cjigUHfuSiVQuDMfLIWwCvHzNWfup4l5TaECdpXhQwuwuLsC_kmxBsjUTDElycYrco=s1431

CV DELTA TOUR

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEh5qCd9AeFn-lyqVbBcH8rTim07Ay_xbYd6AiaVSQnXSY57S_XnKzbeyqlcuFXemvK5Q0yU-umA4FaH8ThX1Gut8vyjVviRQMZvT9HCrdv9nnzHn8MimtwNQpLxE4onUfobXs_xamjsooT5dxxba72AfCEFlBwXUigoIlRAEIT4stnjHsqKI4Gsl0sa=s1280