DNN, SIDOARJO – Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sidoarjo, M. Dian Felani menandaskan organisasinya sama sekali tidak terlibat sebagai anggota tim penilai program Kartu Usaha Perempuan Mandiri (Kurma) yang digarap Dinas Koperasi dan Usaha Mikro (Dinkop UM) setempat.
Meski begitu, ia tak menampik jika salah satu pengurusnya yang bernama Shandy menjadi anggota tim penilai yang ditunjuk oleh konsultan program Kurma. “Jadi tolong dibedakan antara personal dengan institusional,” ujarnya.
Saat ditemui di kantornya, Kamis (21/09/2023) siang tadi, Dian Felani mengatakan Shandy memang pernah meminta ijin padanya untuk menjadi anggota tim penilai. “Tentu saya tak bisa membatasi dia. Karena itu sudah pasti saya ijinkan. Dan saya berpesan agar ia bekerja secara profesional dan amanah,” tambahnya.
Apalagi, menurut Dian, yang bersangkutan memang orang yang cukup berkompeten dalam masalah itu. “Dia itu pernah jadi Guk Sidoarjo. Tapi saya kurang tahu tahun berapa? Dan yang pasti Shandy adalah pelaku usaha, entrepreneur yang dianggap cukup sukses di bidangnya,” imbuh pengusaha muda yang pernah berkarir di sebuah perusahaan yang berhome base di Singapura itu.
Namun sekali lagi ia menegaskan bahwa publik harus bisa membedakan antara keterlibatan Hipmi secara keorganisasian dengan personal dalam program berbasis RT yang didanai APBD Sidoarjo 2023 senilai Rp 18 miliar tersebut.
“Saya pikir ini hanya kesalahan persepsi saja. Tapi nggak apa-apa, yang penting saya sudah menjelaskan secara terbuka,” imbuh Dian. Ia berharap polemik tentang Hipmi Sidoarjo yang ikut cawe-cawe dalam program Kurma, apalagi jika kemudian dikait-kaitkan dengan keikutsertaannya sebagai bacaleg di Pemilu 2024 bisa tereliminir.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro (PUM), Rizkia Ananda kewenangan melakukan seleksi dan penentuan besaran hadiah Kurma telah diberikan sepenuhnya pada tim penilai yang dibentuk Dinkop. Mereka berasal dari lima unsur, diantaranya dari akademisi, Kadin, PKK, HIPMI dan Pegiat Pemberdayaan masyarakat.
Keterlibatan HIPMI dan PKK tersebut menimbulkan kecurigaan masyarakat yang menuding program Kurma memang didesain sebagai alat barter politik, bukan untuk mencapai target UMKM naik kelas sebagaimana disampaikan bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor.
Selain itu masyarakat juga menilai dengan kedekatan tim penilai kurma dengan ‘Pendopo’ rentan menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan. Tudingan itu dikuatkan dengan beredarnya surat pakta integritas yang dibuat oleh salah satu caleg PKB di Dapil Sukodono-Taman.(hans/pram)