Iklan

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhrD7yx-DdJE6SBDqIT7yYDbFn8AyQ1qCVF6DMmDJMwOGKECtRYGVfcKtttbMd0Ot8qhWSfdv-UHaStsH7PUTdAba0tAq0_Y1z3B7Su3LM7_IUY9t2IvXt5Jn4w6_VGCJTb3iW3KBzB6745tc_-1sTHRX9mW1mAUjYRkq4u8z9OIwDjeJDLBY-MoRRZ=s1600

Iklan

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhrD7yx-DdJE6SBDqIT7yYDbFn8AyQ1qCVF6DMmDJMwOGKECtRYGVfcKtttbMd0Ot8qhWSfdv-UHaStsH7PUTdAba0tAq0_Y1z3B7Su3LM7_IUY9t2IvXt5Jn4w6_VGCJTb3iW3KBzB6745tc_-1sTHRX9mW1mAUjYRkq4u8z9OIwDjeJDLBY-MoRRZ=s1600
,

Iklan

Lokakarya Brang Wetan: Ini lho Ciri-Ciri Kelompok Intoleran di Indonesia

Wednesday, July 27, 2022, July 27, 2022 WIB Last Updated 2022-07-27T04:13:55Z

Aan Anshori menyampaikan materinya tentang intoleransi pada pemuda dan pelajar dan pegiat ormas.



DNN, MOJOKERTO – “Kalau kita diperlakukan intoleran oleh orang lain, maka pertanyaannya adalah apakah kita juga akan membalasnya? Apakah kita akan menindas balik orang yang menindas kita? Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dijadikan menjadi indikator apakah kita tergolong orang yang toleran ataukah intoleran.”


Pernyataan tersebut disampaikan Pegiat Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD), Aan Anshori dalam acara Lokakarya bertajuk ‘Toleransi Untuk Pelajar dan Pemuda’ yang diselenggarakan Komunitas Seni Budaya BrangWetan di hotel Arayana Trawas, Mojokerto, Selasa siang (26/07/22) kemarin. 


Menurut Aan, toleransi adalah kesediaan menerima seluruh pengalaman hidup dan tradisi seseorang yang berbeda identitas dengan kita. Wujud toleransi adalah memperlakukan orang beragama, beretnis, bersuku dan beridentitas lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.

Nadia Bafagih, aktivis Pengarus-utamaan Gender Jatim yang juga tampil sebagai pembicara dalam kegiatan itu.



Ada sejumlah contoh intoleransi yang terjadi selama ini. Misalnya penolakan pembangunan rumah ibadah, enggan mengucapkan selamat hari raya agama tertentu, memaksakan simbol-simbol agama tertentu pada pemakaian seragam sekolah.


Contoh lainnya antara lain beribadah secara berisik, menolak menerima atau memberi kebaikan pada pemeluk agama atau etnis lain, hanya mau berteman dengan orang-orang seagama atau se-etnis dan masih banyak lagi.


Pengajar Mata Kuliah Pancasila dan Religion di Universitas Ciputra Surabaya itu mengatakan sikap intoleran itu muncul disebabkan karena kita tidak pernah menjadi korban intoleransi. Jikapun pernah, kita kadang gagal mengambil hikmah darinya. 


Selain itu, kita tidak mengenal satu dengan yang lain dan jarang berinteraksi,  hanya hidup homogen. Merasa diri yang paling benar, paling unggul dan menganggap orang lain lebih rendah daripada kelompok kita.  


“Karena itu semakin sering kita nongkrong dengan orang yang berbeda maka akan kita akan semakin bersikap toleran. Intinya jangan mengaku Islam sejati kalau teman kita orang Islam semua. Jangan mengaku nasionalis kalau teman kita hanya berasal dari satu suku yang sama,” tandasnya.

Cak Ghofur (kanan) saat memberikan materi



Aan pun memaparkan pengalamannya saat menyemaikan bibit toleransi diantara warga SD Kristen Petra dan MI Islamiyah di Jombang. Betapa mereka yang semula canggung satu sama lain menjadi akrab dan saling memahami perbedaan satu sama lain. “Ini bukan soal yang mudah karena baru bisa dilakukan setelah pendekatan selama satu tahun penuh,” jelasnya. 


Salah satu peserta, Cindy Debora yang pernah menjadi pemenang pertama Duta Toleransi tingkat SMA Sidoarjo berpendapat, bahwa toleransi bukan sekadar saling menghormati tetapi sikap tetap menghormati orang lain meskipun orang lain berbeda dan bersikap intoleran terhadap kita.


Narasumber lain yang tampil sebelumnya adalah aktivis Pengarusutamaan Gender Jatim, Nadia Bafaqih, yang menyampaikan materi ‘Pengalaman Membangun Kesetaraan Gender dalam Keberagaman’. Dalam pemaparannya aktivis perempuan itu mendorong pelajar dan pemuda terlibat aktif untuk mewarnai hubungan relasi-relasi keagamaan dan sosial yang ada dalam masyarakat.


Hal itu perlu dilakukan untuk memutus ketimpangan dan ketidaksejajaran gender yang masih ditemui dengan berbagai bentuk dan cara.  Bahwasanya sangat penting bagi pelajar dan pemuda untuk membumikan nilai-nilai kesetaraan gender dengan strategi penuh damai tanpa diskriminasi. 


Kegiatan yang merupakan bagian dari program ‘Cinta Budaya Cinta Tanah Air Tahap Dua’ itu dilaksanakan hingga Rabu (27/07/2022) dan langsung dilanjutkan “Pelatihan Kampanye Toleransi Melalui Media Sosial” hingga Kamis siang (28/07/2022). 


Kedua acara tersebut diikuti 60 peserta yang terdiri dari 30 pelajar dari SMAN 1 Gedangan, MA Nurul Huda Sedati, SMN 1 Gedangan, SON 1 Waru dan SPN 1 Taman serta 5 orang guru pendamping. Juga 20 peserta dari Organisasi Kepemudaan, yaitu  Puwalan, Gema FKUB, GKJW, Pemuda Hindu, Orang Muda Katolik, Pemuda Buddha, Guk Yuk Sidoarjo, Forum Wartawan Sidoarjo, Pramuka, IPPNU, IPNU, dan GP Ansor. Serta perwakilan dari Disporapar, Bakesbangpol, Dispursip, Cabang Dinas Pendidikan Jatim-Sidoarjo, dan Disdikbud Kabupaten Sidoarjo. 


Pembicara lain yang juga dihadirkan dalam kegiatan itu diantaranya Kepala Bakesbangpol Sidoarjo, Dr. Mustain Baladan, Anggota Forum Wartawan Sidoarjo (Forwas) Badrus Zaman, dan seniman Heri “Lentho” Prasetyo. (Hans/pram)

Iklan

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEiHrXgUblR7J64GKvwk21F1_y_jAnosYVe4N8WJS1ygEoiaQHoD6uC6hOFD7Lj7Nhylelg-_3ysD-haxn-VkxpCbGdWZuisXKGv8drTp8Tge5dE3Ar27KflCOTyCko8Gjr6zU6MGCjNEmRn8hoeQR8-XEVX3C3nRJbjghKk71eIgP6EJkJhm4jEp6V_=s1280

CV DELTA TOUR

https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEh5qCd9AeFn-lyqVbBcH8rTim07Ay_xbYd6AiaVSQnXSY57S_XnKzbeyqlcuFXemvK5Q0yU-umA4FaH8ThX1Gut8vyjVviRQMZvT9HCrdv9nnzHn8MimtwNQpLxE4onUfobXs_xamjsooT5dxxba72AfCEFlBwXUigoIlRAEIT4stnjHsqKI4Gsl0sa=s1280